BAKAT DAN
INTELEGENSI
(Kelas Sosial,
Dikotomi Desa-Kota, Dan Peran Jenis)
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan
Disusun
Oleh:
Kelompok
3
1. Widia Astuti NPM: 1287203007
2. Marliya Fazrina NPM:
1287203021
3. Yeni Andriani NPM:
1287203039
4. Widya Tri Aulia NPM:
1287203041
5. Panji Sukma Nurdilaga NPM: 1287203048
Dosen
Pengampu : Jayadi, S.Pd, M.Si
Semester
: III (Tiga)
Majelis
Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Muhammadiyah
Sekolah
Tinggi Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP)
Muhammadiyah
Sampit
Tahun Akademik
2012/2013
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas
rahmat, taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat merampungkan makalah ini yang
sekarang sudah ada ditangan pembaca.
Kata terima kasih kami ucapkan kepada rekan-rekan di
STKIP Muhammadiyah Sampit ini, atas bantuannya terhadap penyelesaian pembuatan
makalah ini. Besar harapan kami agar makalah ini dapat berguna untuk para
pembaca. Terutama untuk mahasiswa dan dosen dalam proses perkuliahan, agar
dapat mendorong dan membantu para citivas akademik dalam mencari informasi yang
relevan dan aktual. Adapun selain untuk halaman kampus, makalah ini berguna
terutama untuk menyelami dan memperluas wawasan pembaca.
Akhir kata yang kami ucapkan mohon maaf jika dalam
penulisan makalah ini banyak kekurangan disana-sini. Pikiran kritis dan simbang
saran sangat diharapkan demi perbaikan makalah ini.
Sampit, 23 september
2012
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar........................................................................................................... ii
Daftar Isi.................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULAN........................................................................................... 1
Latar Belakang............................................................................................... 1
Rumusan Masalah.......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 3
Kelas
Sosial.................................................................................................... 3
Dikotomi Desa-Kota...................................................................................... 5
Peran Jenis...................................................................................................... 14
BAB III PENUTUP.................................................................................................. 17
Kesimpulan..................................................................................................... 17
Daftar Pustaka........................................................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Seiring dengan kamajuan zaman, pola-pola dan gaya
hidup pun telah memberikan kesadaran akan perbedaan kelas sosial baik itu dari
kesenjangan sosial, stratifikasi sosial dan lapisan-lapisan sosial yang ada
didalam kehidupan masyarakat. Adapun salah satu contoh yang jelas ialah antara
kelas sosial masyarakat kota dan masyarakat perdesaan serta fungsi sosial bagi
kaum lelaki dan kaum perempuan, baik secara kehidupan, pekerjaan, pengetahuan,
dan lain-lain. Namun yang paling menonjol ialah keterbatasan masyarakat
perdesaan pada bidang teknologi informasi dan komunikasi yang salah satu
penyebabnya ialah keterbatasan sarana dan prasarana akan hal tersebut.
Kemajuan zaman juga jelas terlihat pada statusiasi
peran jenis antara kaum lelaki dan kaum perempuan, yang kalau pada zaman dahulu
kaum perempuan hanyalah dianggap sebagai kaum yang lemah yang tugasnya hanya
didapur, ranjang, dan sumur, sedangkan kaum lelakilah yang mendominasi pada
kehidupan masyarakat dulu. Tetapi tidak untuk zaman sekarang.
Perbedaanperbedaan tersebut untuk zaman sekarang sudah tak terlihat lagi.
Dimana dalam dunia sosial peran antara kaum lelaki dan kaum perempun
disamaratakan atau sejajar.
Oleh karena itu, tujuan dibuatnya makalah ini untuk
memperluas dan menambah wawasan dalam bidang bakat dan intelegensi dalam hal
kelas sosial, dikotomi desa-kota dan peran jenis.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana pengaruh
kelas sosial bagi intelegensi manusia?
2.
Sebutkan macam-macam
kelas sosial?
3.
Apa perbedaan
intelegensi anak-anak dikota dan didesa?
4.
Bagaimana perbedaan
intelegensi antara laki-laki dan perempuan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kelas Sosial
Menurut
Cage dan Berliner (1979) Kelas social dapat diukur dari satu atau lebih indikator
seperti pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, tempat tinggal, dan tingkat pendidikan
orang tua. Havighurst (dalam Cage danBer-
liner, 1979) mencoba mengkombinasikan skor-skor dalam beberapa suatu kombinasi dari
empat kelas sosial pada siswa-siswa kelas V SD disuatu kota kecil, River City.
Dari hasil studinya jelas terlihat bahwa terdapat kecenderungan yang sama
antara anak Iaki-laki dan anak perempuan.
Horton ( 1989 : 5 ) kelas
sosial didefinisikan sebagai suatu strata ( lapisan ) orang-orang yang
berkedudukan sama dalam kontinum ( rangkaian kesatuan ) status sosial.
Kelas social atas biasanya mendapat penghormatan atau di
hormati oleh
kelas social dibawahnya karena beberapa keunggulan yang dimiliki kelas social
atas misalnya kedudukan sosialnya maupun kekayaanya. Setiap kelas social yang
ada, mereka yang ada di dalamnya biasanya memiliki kebiasaan dan perilaku dan
gaya hidup yang sama. Misalnya kelas social atas kebiasaan belanjanya ke Mall
atau ke super Market yang ada. Pola makan mereka dengan berbagai macam komsumsi
yang bervariasi untuk setiap harin6ya dengan menu makan yang memenuhi empat
sehat lima sempurna. Kelas bawah tentunya akan belanja di warung-warung
terdekat dengan pola makan seadanya bahkan sering kita jumpai mereka makan jauh
dari kebutuhan gizi yang diperlukan.
Pola-pola social dan gaya hidup telah memberikan
kesadaran mereka akan kelas social yang mereka miliki, walaupun mereka tidak
menghendaki untuk menduduki kelas social bawah, namun mereka menyadari kelas
social yang mereka miliki atau digolongkan; oleh karena itu kesadaran kelas
social ini akan membawa konsekuensi pola-pola perilaku yang berbeda antara
kelas sosial satu dengan kelas social yang lain.
Kelas social dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi dua
golongan besar yaitu :
1.
Kelas
Sosial Terbuka
Kelas social terubuka memungkinkan anggota kelas social
yang ada berpindah atau bergeser ke kelas social yang lain baik vertilkal ke
atas maupun vertical ke bawah. Kelas social terbuka biasanya terdapat pada
masyarakat modern dimana keterkaitan dengan adat semakin kecil, sehingga
symbol-simbol adat yang ada sebagai symbol dari kelas social tertentu sudah
tidak ada lagi.
2.
Kelas
Sosial Tertutup
Kelas social dikategorikan tertutup manakala sedikit
kemungkinan orang bergeser dari kelas social tertentu ke kelas social yang
lain, baik vertikal ke atas maupun vertuikal ke bawah. Kasta di masyarakat
India misalnya merupakan salah satu contoh kelas social yang bersifat tertutup,
system kelas social kasta tidak memungkinkan orang untuk berpindah kasta
apalagi dari kasta ke kasta atas. Kedudukan social seseorang diperoleh melalui
jalur keturunan atau hubungan darah.
B.
Dikotomi Desa-Kota
Dikotomi
kota dan desa dalam perencanaan pembangunan merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihindari. Bahkan dikotomi tersebut diarahkan pada tercapainya kesesuian
tindakan pembangunan terhadap kebutuhan desa maupun kota dalam memenuhi fungsi
optimalnya. Kota sebagai pusat aglomerasi kegiatan ekonomi dan sosial, memiliki
tingkat kepadatan penduduk yang lebih tinggi. Disisi lain, daerah yang bukan
perkotaan disebut sebagai perdesaan sehingga dapat didefinisikan bahwa di
daerah inilah tingkat kepadatan pendududk diperkirakan lebih rendah daripada
perkotaan. Kegiatan ekonomi dan sosial pun jauh lebih sedikit.
Kita
dapat membedakan antara masyarakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing
punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan
fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda.
Ada
beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara
desa dan kota. Dengan melihat perbedaan-perbedaan yang ada mudah-mudahan akan
dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat
disebut sebagai masyarakat pedesaan atau masyarakat perkotaan.
Ciri-ciri
tersebut antara lain :
1)
Morfologi
2) Jumlah dan kepadatan penduduk;
3)
Lingkungan hidup;
4)
Mata pencaharian;
5)
Corak kehidupan sosial;
6)
Stratifikasi sosial;
7)
Mobilitas sosial;
8)
Pola interaksi sosial;
9)
Solidaritas sosial; dan
10) Kedudukan
dalam hierarki sistem administrasi nasional.
A. Aspek Morfologi
Menurut
Sapari Imam Asy’ari (1993), dari aspek morfologi, antara kota dan pedesaan terdapat
perbedaan bentuk fisik, seperti cara membangun bangunan-bangunan tempat tinggal
yang berjejal, tinggi dan serba kokoh. Tetapi pada prakteknya criteria tersebut
sukar dipakai pengukuran, karena banyak kita temukan di bagian-bagian kota
tampak seperti desa misalnya di daerah pinggiran kota, sebaliknya terdapat juga
desa-desa yang mirip dengan kota.
Jika
di daerah kota banyak gedung-gedung pencakar langit dan rumah penduduk yang
sangat rapat, di desa lebih pada pemanfaatan lahan atau tanah oleh penduduk
atau masyarakat yang lebih agraris, serta bangunan rumah tinggal yang jarang.
B.
Jumlah Dan Kepadatan Penduduk
Dari
aspek jumlah penduduk, maka desa didiami oleh sejumlah kecil penduduk dengan
kepada yang rendah.
Dari
aspek jumlah penduduk secara praktis dapat membedakan antara kota dan desa.
Jumlah penduduk kota lebih banyak jika di bandingkan di desa. Jumlah penduduk
kota semakin banyak Karena pertambahan secara alami danjuga karena adanya
urbanisasi penduduk desa ke kota. Sedangkan didesa semakin kekurangan pekerja
lahan pertanian karena banyak dari golongan pemuda di desa yang pergi ke kota
untuk berbagai tujuan, misalnya untuk sekolah ataupun bekerja. Pertambahan
penduduk yang cepat di kota tentu akan mengakibatkan adanya kepadatan penduduk
yang tinggi pula sedangkan luas lahan tidak bertambah.
C.
Lingkungan Hidup
Lingkungan
hidup di pedesaan sangat jauh berbeda dengan di perkotaan. Lingkungan kota
lebih kurang sehat jika dibandingkan dengan yang ada di lingkungan desa seperti
yang di ungkapkan oleh Drs. N. Daldjoeni:
“Disimpulkan
para peririset kesehatan kota bahwa persentasi korban dari pencemaran di kota
melebihi yang ada di pedesaan. Di perkotaan persediaan banyaknya air bagi
keluarga-keluarga bergantung pada tinggi rendahnya penghasilan.”
Lingkungan
pedesaan terasa lebih dekat dengan alam bebas. Udaranya bersih, sinar matahari
cukup, tanahnya segar diselimuti berbagai jenis tumbuh-tumbuhan dan berbagai
satwa yang terdapat di sela-sela pepohonan.
Semua
ini sangat berlainan dengan lingkungan perkotaan yang sebagian besar dilapisi
beton dan aspal. Bangunan-bangunan menjulang tinggi saling berdesak-desakan dan
kadang-kadang berdampingan dan berhimpitan dengan gubug-gubug liar dan
pemukiman yang padat. Udara yang seringkali terasa pengap, karena tercemar asap
buangan cerobong pabrik dan kendaraan bermotor. Kota sudah terlalu banyak
mengalami sentuhan teknologi, sehingga penduduk kota yang merindukan alam
kadang-kadang memasukkan sebagian alam ke dalam rumahnya, baik yang berupa
tumbuh-tumbuhan, bahkan mungkin hanya gambarnya saja.
D.
Mata Pencaharian
Perbedaan
paling menonjol adalah pada mata pencaharian. Kegiatan utama penduduk desa
berada di sektor ekonomi primer yaitu bidang agraris. Kehidupan ekonomi
terutama tergantung pada usaha pengelolaan tanah untuk keperluan pertanian,
peternakan dan termasuk juga perikanan darat. Sedangkan kota merupakan pusat
kegiatan sektor ekonomi sekunder yang meliputi bidang industri.
Jadi
kegiatan di desa adalah mengolah alam untuk memperoleh bahan-bahan mentah, baik
bahan kebutuhan pangan, sandang maupun lain-lain bahan mentah untuk memenuhi
kebutuhan pokok manusia. Sedangkan kota mengolah bahan-bahan mentah yang
berasal dari desa menjadi bahan-bahan setengah jadi atau mengolahnya sehingga
berwujud bahan jadi yang dapat segera dikonsumsikan.
Dari
segi penghasilan masyarakat desa dan masyarakat kota sangat berbeda jauh.
Masyarakat kota biasanya memiliki lebih
banyak penghasilan dibandingkan dengan masyarakat di desa. Dan hasil
penghasilan merekalah yang akan mempengaruhi gaya kehidupan mereka. Masyarakat
yang memiliki penghasilan yang tidak cukup banyak mungkin akan lebih belajar
untuk menghemat uang mereka dan menggunakan mereka sebaik-baiknya untuk
menyambung hidup mereka dan biasanya penghasilan masyarakat yang lebih besar
yang biasanya masyarakat perkotaan biasanya mereka lebih boros dalam penggunaan
penghasilan mereka. Maka dari segi penghasilanlah yang membedakan biaya hidup
di kota jauh lebih mahal dibandingkan didesa. Biaya hidup didesa yang jauh
lebih murah dibandingkan didesa. Karena segala sumber daya makanan yang ada
dikota biasanya berasal dari desa sehingga harga dikota jauh lebih mahal
dibandingkan didesa
E.
Corak Kehidupan Sosial
Warga
suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam
ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem
kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk
masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya
tukang kayu, dll. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan
pekerjaan sambilan saja.
Golongan
orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting.
Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan
yang dihadapi.
F.
Stratifikasi
Sosial
Beranekaragamnya corak kegiatan di bidang ekonomi berakibat bahwa
sistem stratifikasi sosial kota jauh lebih kompleks daripada di desa. Misalnya
saja mereka yang memiliki keahlian khusus dan bidang kerjanya lebih banyak
memerlukan pemikiran memiliki kedudukan lebih tinggi dan upah lebih besar
daripada mereka yang dalam sistem kerja hanya mampu menggunakan tenaga kasarnya
saja. Hal ini akan membawa akibat bahwa perbedaan antara pihak kaya dan miskin
semakin menyolok.
G. Mobilitas
Sosial
Mobilitas
sosial di kota jauh lebih besar daripada di desa. Di kota, seseorang memiliki
kesempatan lebih besar untuk mengalami mobilitas sosial, baik vertikal yaitu
perpindahan kedudukan yang lebih tinggi atau lebih rendah, maupun horisontal
yaitu perpindahan ke pekerjaan lain yang setingkat.
Namun di
desa kesempatan mobilitas sosial lebih sedikit, hal ini disebabkan karena
karakter sosial penduduk desa lebih homogen. Misalnya dalam pekerjaan.
Mayoritas penduduk desa bekerja sebagai petani.
H. Pola
Interaksi Sosial
Pola-pola
interaksi sosial pada suatu masyarakat ditentukan oleh struktur sosial
masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan struktur sosial sangat dipengaruhi oleh
lembaga-lembaga sosial yang ada pada
masyarakat tersebut. Karena struktur sosial dan lembaga-lembaga sosial yang ada
di pedesaan sangat berbeda dengan di perkotaan, maka pola interaksi sosial pada
kedua masyarakat tersebut juga tidak sama. Pada masyarakat pedesaan, yang
sangat berperan dalam interaksi dan hubungan sosial adalah motif-motif sosial.
Dalam
interaksi sosial selalu diusahakan agar kesatuan sosial tidak terganggu,
konflik atau pertentangan sosial sedapat mungkin dihindarkan jangan sampai
terjadi. Bahkan kalau terjadi konflik, diusahakan supaya konflik tersebut tidak
terbuka di hadapan umum. Bila terjadi pertentangan, diusahakan untuk
dirukunkan, karena memang prinsip kerukunan inilah yang menjiwai hubungan
sosial pada masyarakat pedesaan, karena masyarakat ini sangat mendambakan
tercapainya keserasian dalam kehidupan berinteraksi.
I.
Solidaritas
Sosial
Dari
segi sikap masyarakat desa jauh lebih dapat bersosialisasi dibandingkan dengan
masyarakat dikota. Masyarakat didesa lebih berkerabat antara satu dengan yang
lainnya. Karena didesa yang paling penting adalah saling membantu, saling
menolong, saling menghargai dan menghormati. hal-hal itulah yang menjadikan
masyarakat didesa jauh lebih dapat bersosialisasi dibandingkan dengan
masyarakat dikota. Masyarakat dikota banyak yang kurang dapat bersosialisasi
dengan masyarakat di lingkungan sekitar mereka. Hal ini dibuktikan di kota
banyak perumahan yang mendirikan pagar setinggi 2 meter lebih sehingga banyak
masyarakat yang tidak mengetahui siapa yang tinggal di rumah tersebut.
Masyarakat di perkotaan banyak yang lebih suka menyendiri dibandingkan
berkumpul antar tetangga. Hal inilah yang membedakan masyarakat desa dan
masyarakat kota dalam bersosialisasi antar masyarakat sekitar di lingkungan
mereka.
J.
Kedudukan
Dalam Hierarki Sistem Administrasi Nasional
Di
samping motif ekonomi, maka motif-motif nasional lainnya juga banyak
mempengaruhi kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional, misalnya
saja politik, pendidikan, kadang-kadang juga dalam hierarki sistem administrasi
nasional, maka kota memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada desa. Di
negara kita misalnya, urut-urutan kedudukan tersebut adalah: ibukota negara,
kota propinsi, kota kabupaten, kota kecamatan, dan seterusnya. Semakin tinggi
kedudukan suatu kota dalam hierarki tersebut, kompleksitasnya semakin
meningkat, dalam arti semakin banyak kegiatan yang berpusat di sana.
Kompleksitas di bidang administrasi nasional atau kenegaraan ini biasanya
sejajar dengan kompleksitas di bidang kemasyarakatan lainnya, misalnya saja
bidang ekonomi atau politik. Jadi ibukota Negara di samping menjadi pusat
kegatan pemerintahan, biasanya sekaligus menjadi pusat kegiatan ekonomi,
politik dan bidang-bidang kemasyarakatan lainnya. Belum ada angka yang pasti
mengenai jumlah pengangguran penuh di Indonesia, tetapi jumlah setengah
pengangguran semakin lama semakin meprihatinkan.
K. Perbedaan desa dan kota secara kualitatif
Masih
banyak ahli yang membahas perbedaan kota dan desa selain yang sudah dipaparkan
di atas. Prof Drs. Bintarto menjelaskan
perbedaan antara masyarakat kota dan desa secara kualitatif seperti yang ada
dalam tabel berikut:
NNo
|
Unsur-unsur
perbedaan
|
Desa
|
Kota
|
11
|
Mata
pencaharian
|
Agraris-homogen
|
Non
agraris-heterogen
|
22
|
Ruang
kerja
|
Lapangan
terbuka
|
Ruang
tertutup
|
33
|
Musim/cuaca
|
Penting
dan menentukan
|
Tidak
penting
|
44
|
Keahlian/keterampilan
|
Umum
dan tersebar
|
Ada
spesialisasi
|
55
|
Rumah
dan tempat kerja
|
Dekat
|
Berjauhan
|
66
|
Kepadatan
penduduk
|
Tidak
padat
|
Padat
|
77
|
Kontak
sosial
|
Frekuensi
kecil
|
Frekuensi
besar
|
88
|
Stratifikasi
sosial
|
Sederhana
dan sedikit
|
Komplek
dan banyak
|
99
|
Lembaga-lembaga
|
Terbatas
dan sederhana
|
Banyak
dan kompleks
|
110
|
Control
sosial
|
Adat/tradisi
|
Hokum/peraturan
tertulis
|
111
|
Sifat
kelompok masyarakat
|
Gotong
royong akrab (gemeinschalf)
|
Geselfschalf
|
112
|
Mobilitas
|
Rendah
|
Tinggi
|
113
|
Status
sosial
|
Stabil
|
Tidak
stabil
|
C.
Peran Jenis
Menurut
Cage dan Berliner (1979) pada masyarakat umum maupun dalam dunia kedokteran, telah diterima adanya
polaritas pria dan wanita dengan segala karakteristik kepribadiannya. Pria selalu diasosiasikan dengan kekuatan,
asertif, dan impulasif; sementara wanita
diasosiasikan dengan pasif, sabar, dan lembut. Hal ini lebih banyak
terjadi pada masyarakat tradisional
dari pada masyarakat modern. Pada masyarakat modern, pria
dan wanita
mendapatkan hak dan kewajiban yang sarna untuk mencapai tujuan hidupnya.
Menurut
Crow dan Crow (1989), anak laki-Iaki
dan anak perempuan cenderung memperlihatkan
sedikit perbedaan intelegensi. Bisa jadi
yang terjadi perbedaan hanyalah pada perbedaan
kemampuan mental dian tara anak
laki- laki dengan Iaki-laki dewasa daripada di antara anak perempuan.
Banyak
penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang berarti antara pria dan wanita dalam hal intelegensi secara
umum (Cage dan Berliner, 1979;
Crow dan Crow,
1989). Jikalau terjadi perbedaan dalam bidang
lain, hal ini lebih banyak disebabkan oleh pengalaman hidup yang berbeda dan
bukannya karena masalah potensi
dasarnya.
Beberapa
perbedaan kemampuan antara pria dan wanita akan banyak dibahas dibawah ini,
yang kesemuanya
itu disarikan dari buku "Educational Psychology"
karangan N.L. Cage dan David C. Berliner (1979):
Kemampuan
Verbal. Setelah dilakukan pengukuran ternyata wanita lebih
unggul dalam Kemampuan Verbal
dibandingkan pria. Hal ini disebabkan karena wanita umumnya belajar lebih awal dalam bicara, menggunakan
kalimat, penggunaan variasi kata-kata yang lebih banyak, dan dalam hal pengucapan. Akan
tetapi dalam penalaran verbal, keunggulan ini
tidak dapat dibuktikan lagi. Perbedaan Kemampuan
Verbal disebabkan karena faktor budaya dari pada faktor biologis.
Kemampuan
Matematika. Pada masa pra-sekolah tidak terdapat
perbedaan yang berarti antara anak
laki-Iaki dengan anak perempuan dalam kemampuan matematika. Akan tetapi
pada perkembangan selan jutnya, anak laki-laki ternyata lebih unggul terutama pada masa SMA dan perguruan
tinggi. Perbedaan belum jelas benar apa yang menjadi penyebabnya. Ada dugaan bahwa itu merupakan manifestasi dari harapan budaya
masyarakat yang lebih banyak
bertumpu pada pria.
Kemampuan Spasial (Pandang
Ruang). Kemampuan spasial pria ternyata terbukti lebih menonjol dibandingkan wanita. Hal
ini disebabkan karena perbedaan genetik yang kemudian dikenal sebagai cross sex parental; dimana wanita mewarisi
kemampuan spasial dari
ayah, sedangkan pria mewarisi kemampuan ibunya.
Problem Solving.
Umumnya pria lebih mampu memecahkan masalah-masalah yang lebih kompleks, karena mereka lebih
mampu menggunakan konsep yang lebih luas dengan berbagai kategori. Mereka juga
lebih mampu dalam memfokuskan pemecahan masalah dengan orientasi masa depan,
serta menyingkirkan hal-hal yang kurang relevan untuk masa depan. Pria juga
menunjukkan rasa ingin tahu, tidak konservatif; sedangkan wanita lebih
konservatif. Akan tetapi dalam hal
hubungan manusia, wanita umumnya memiliki penampilan yang lebih unggul.
Orientasi Prestasi.
Wanita umumnya memiliki cara yang
berbeda dengan pria dalam mencapai prestasi. Wanita
mengekspresikan motif berprestasinya dalam upayanya untuk mencapai
keberhasilan melalui jalur-jalur yang sudah ditetapkan oleh harapan
masyarakat. Berbeda halnya dengan
pria, wanita harus mengarah untuk menjadi pekerja sosial, perawat, dan sebagainya. Sementara pria akan memacu prestasi dibidang mekanik,
spasial, atletik, dan sebagainya. Apabila hal
ini terjadi sebaliknya, maka
baik pria maupun wanita akan
mendapat kecaman oleh masyarakat.
ada
usia SLTP/SLTA, wanita ternyata menunjukkan tingkat
aspirasi dan kinerja standar yang lebih mantap dalam bidang bahasa, social-skill, dan artistik. Apabila
suatu tugas akan dirancang,
maka harapannya akan lebih baik apabila ditangani oleh wanita. Akan tetapi,
wanita dihinggapi ketakutan untuk sukses (fear
for
success)
dalam bidang intelektual, sehingga mereka
umumnya lebih memusatkan perhatiannya pada bidang-bidang sosial.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengaruh dari adanya kelas
sosial terhadap perilaku seseorang begitu tampak dari gaya hidup mereka dan
pendidikan pun juga mempengaruhi, karena kelas sosial atas biasanya akan selalu
mendapat penghormatan atau dihormati oleh kelas sosial dibawahnya. Sedangkan
bagi kelas sosial dari status yang lebih rendah biasanya tidak akan mendapatkan
penghormatan yang lebih. Dan antara kelas sosial dikota dan didesa pun
sangatlah berbeda. Dapat dilihat dari cara berpakaian, corak kehidupan sosial,
pola interaksi sosial, lingkungan hidup dan pendidikan. Biasanya tingkat kelas
sosial yang ada diperdesaan cenderung berbeda dengan tingkat kelas sosial yang
ada dikota. Dan tentang peran jenis antara kaum perempuan dan kaum laki-laki ,
dimana kedua pelaku ini mempunyai peran yang sama. Tetapi ada pada suatu
situasi dimana peran kedua subjek ini berbeda, ada yang lebih tinggi dan ada
yang lebih rendah. Dan perbedaan juga dapat ditemukan pada kemampuan
masing-masing jenis seperti yang dijelaskan dimakalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
1.
http://www.psikomedia.com/art/artikel.php?id=22,
diakses pada tanggal 23 September 2013.
2.
http://umichan-chirigaku.blogspot.com/2011/07/dikotomi-desa-dan-kota.html,
diakses pada tanggal 23 September 2013.
3.
https://docs.google.com/file/d/0BwDRi6qfZvQ7N3JfYnNYYmhWWm8/edit?pli=1,
diakses pada tanggal 23 September 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar